Sunday, February 11, 2018

Pantai Santolo, Sepasang Kekasih, dan Aku

This is just a story about how I see the most popular beach in Garut while looking at a couple whom taught me a lesson.


*****
Di 2013, semester 2 gue kuliah, lagi rame banget yang ngomongin wisata pantai di Garut Selatan. Salah satu yang paling terkenal adalah Pantai Santolo. Karena gue kepo, gue ngajakkin temen-temen gue buat kesana. Tapi ya gitu, pada PHP, huhuhu.


Tekad gue untuk ke Santolo tidak pupus begitu saja. Berkat tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Jurnalistik (biasa disingkat PIJ, bukan PJ ya rekan-rekan mediaku sayang, #iykwim), yang mengharuskan kita membuat majalah dengan tema sesuai kesepakatan kelompok. Gue pengaruhilah teman-teman sekelompok gue untuk mengambil tema traveling untuk majalah kita. Jadi kita sekelompok, terdiri dari 4 orang, masing-masing nulis tentang pengalaman traveling yang pernah dilakuin, terus berita yang jadi headline adalah Pantai Santolo dengan gue bersedia dateng kesana langsung buat liputan.

Tapi aku nggak mau sendirian :( maunya ditemenin :(. Merengeklah gue ke temen gue. Gue sampai bilang, " Ajak aja cowok lo, kita liburan bareng". Iya, gue adalah teman sekaligus nyamuk yang baik. Jadilah kita pergi bertiga ke Santolo.


*****
Akses Ke Santolo

Dari kosan kita yang berada di Jatinangor, kita bertiga ke Cileunyi untuk naik bus Primajasa. Harganya satu orang sekitar 13ribu untuk sampai ke Terminal Garut. Terus dari Terminal Garut, kita nyambung naik angkot jurusan Terminal Garut - Pameungpeuk seharga 10 ribu per orang. Angkot tersebut rupanya cuma berhenti di depan gang untuk menuju Santolo. Jadi, buat ke dalamnya, harus naik angkutan lagi (bisa jalan, sih. Cuma lumayan mager) seharga 2ribu per orang. Jadi total ongkos per orang cuma 25ribu.

TAPIII, lama banget perjalanan nyambung-nyambung gini. Kita berangkat jam 8 pagi dari Cileunyi, nyampe Santolo jam 3 sore. Kalau mau lebih cepet dengan ongkos yang beda dikit, bisa langsung naik elf dari Cileunyi yang langsung berhenti di depan gang mau ke Santolo. Ya lo tau sendiri lah, supir elf ngebutnya kayak apa yekan, jadi cepet banget nyampenya. Harga cuma 30ribu. Kenapa kita naik angkutan umum? Yha karena ini dadakan dan rencananya emang mau backpacker-an, biar sesuai dengan tema majalah kita.

Yang tidak diketahui banyak orang, pantai di gugusan selatan Kota Garut itu ada banyak. Bukan cuma Santolo, melainkan ada beberapa pantai lainnya seperti Pantai Sayang Heulang, Rancabuaya, dan Cijayana. Kenapa Santolo yang paling terkenal? Itu masih jadi misteri, bahkan warga sekitar (saat gue wawancarai untuk kepentingan majalah gue), juga bingung, karena menurut mereka, Santolo itu lebih sepi atraksi wisatanya dibandingkan yang lain. Well, mungkin unsur sepi itu ya yang dicari oleh para wisatawan.

Sesampainya di Santolo, langkah pertama yang kita lakukan ialah memesan penginapan. Karena nggak punya duit, kita pesan 1 kamar, dengan 2 bed terpisah, yang berada tepat di pinggir pantai. Niat awalnya, sih, biar seru dengar desiran ombak. Kenyataan: NGGAK BISA TIDUR, JENDRAL! Karena ombak di malam hari lagi pasang, sehingga cukup berisik. Udah gitu ventilasi di kamar yang kita sewa, nggak ditutup jaring-jaring, jadi pas malem nyamuk masuk semua nyiumin kita😭. Harga penginapan bervariasi, mulai dari Rp75ribu sampai Rp300ribu. Tentunya bisa ditawar, ya. Tinggal pinter nawar aja.

Hal yang menarik dari Santolo adalah adanya pulau kecil bernama sama, yakni Santolo. Akses menuju pulau ini sebenarnya bisa dilalui dengan berjalan kaki jika air laut sedang surut. Jika sedang pasang, cukup sewa kapal nelayan di sekitaran situ. Harganya cukup murah, karena jarak tempuh penyeberangan tidak jauh.

Berbeda dengan Pantai Santolo, Pulau Santolo dihiasi banyak batu karang. Di pulau ini juga terdapat Muara Cilauteureun yang acap kali pasang hingga melimpahkan air laut ke daratan.


Karang di Pulau Santoso


*****
About the Couple

Pacarnya temen gue itu mau ikut dengan syarat: difotoin berdua di pantai. That's okay for me, gue minta mereka berdua berpose, eh malah kaku🤣


Foto KTP kali, ah. Akhirnya gue yang mengarahkan gaya


Nah, jadi lebih bagus kaaannn

Seperti intro yang gue tulis, They taught me a LOT. Betapa si cowok selalu berusaha membahagiakan si cewek, dan si cewek juga nggak nuntut macem-macem yang mevvah-mevvah an (padahal bisa aja nuntut kayak pasangan jaman now, tapi temen gue ini nggak begitu). Menerima apa adanya adalah kalimat mutiara yang benar-benar mereka terapkan.

Kalau orang lain mungkin mandang fisik cowoknya temen gue ini sebagai sesuatu yang "kurang", temen gue justru tidak pernah mempermasalahkan itu. Mereka malah saling ngejek fisik satu sama lain, and I think it's cute. Mereka selalu ada untuk satu sama lain, saling kasih surprise, dan mereka cenderung pemalu untuk nunjukkin kemesraan di umum, which is good, karena enek kan ya ngeliat orang PDA. Si cowoknya juga termasuk yang sabar banget nurutin kemauan temen gue yang kadang gengges. Udah gitu pas kita liburan bertiga ini, gue nggak merasa seperti orang asing, gue ikut dalam obrolan mereka, si cowoknya juga baik dan jagain gue juga, bukan temen gue doang. It was fun for a short holiday😄

But, like any other sweet relationship, it had to come an end: entah berakhir di pelaminan atau berakhir di tengah jalan. The saddest part is they're breaking up... Penyebab utamanya ya jelas, agama. Ibarat kata nih, mereka udah kayak lagunya Kang Gary, The Girl Who Can't Break Up, The Man Who Can't Leave. Tapi ya mau gimana lagi, kalau udah agama emang susah, kan, apalagi tidak ada yang mau ngalah. Jangan tanya deh gimana perasaan mereka, gue tidak sampai hati untuk nanyanya, cuma bisa ikut mendoakan yang terbaik buat mereka;

Semburat jingga muncul di langit biru, malu-malu
Mengingatkanku pada teduhnya matamu, kala itu
Meski hari tlah berlalu
Segala tentangmu dan kita takkan lekang oleh waktu
Di ingatanku










1 comment:

  1. Kalo 1 penginapan berdua sama pacar boleh gasih daerah situ soalnya budgetnya kurang kalo pesen 2 penginapan:(

    ReplyDelete